Pengertian Akhlak

AKHLAK KEPADA ORANG TUA ATAU KELUARGA
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Agama
Dosen Pembibing: Prawidya Lestari, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Habibi

Kelompok 4

Semester 4B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) PURWOREJO  2016






KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Ahlak kepada orang tua. Sebagai Barang Berguna ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan tentang ahlak terhadap orang tua atau keluarga. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
         Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Purworejo, Maret 2016


Penyusun









BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
            Persoalan Akhlak di dalam islam banyak di bicarakan dan di muat pada Al-Quran dan Al-Hadits. Sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalm tindakan sehari-hari bagi manusia. Ada yang menjelaskan arti yang baik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang mestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengn mudah dapat diketahui, apakah itu terpuji atau tercela, benar atau salah
            Betapa beratnya tanggungan seorang ibu dikala mengandung dan demikian pula kalau sudah datangnya waktunya melahirkan. Dengan mengerahkan seluruh perhatian, jiwa raga dan tenaga si ibu untuk melahirkan jabang banyinya dengan harap-harap cemas. Berharap agar sibayi yang dilahirkannya sehat dan sempurna keadaan sebagai manusia sempurna anggota badannya.
            Dunia anak sangat penting diperhatikan Apabila ada kekeliruan dalam mendidik akhlak anak, bisa jadi dunia anak akan tidak mengenal akhlak yang lebih lantut anak dapat melakukan perbuatan Abnormal kriminalitas dan lain sebagainya.

  1. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian Aklak?
2. Bagaimana pengertian dan kedudukan Birrul walidain?
3. Bagaimana Akhlak kepada ayah dan ibu?
4. Bagaimana kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak?
  1. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui pengertian Aklak
2. Untuk Mengetahui pengertiandan kedudukan Birrul walidain
3. Untuk Mengetahui Akhlak kepada ayah dan ibu
4. Untuk Mengetahui kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak



BAB II
PEMBAHASAN
AKHLAK KEPADA ORANGTUA ATAU KELUARGA
A. PENGERTIAN AKHLAK
                        Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khalqun yang berarti kejadian, yang erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun yang berarti yang diciptakan.
                        Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk.
Ibnu Athir menjelaskan bahawa;
Hakikat makna khuluq itu ialah gambaran batin manusia yang tepat ( yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedangkan khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya.
            Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran ( lebih dahulu).[1]
     Menurut Abullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manuasia dapat dianggap sebagai    manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:
a.       Perbutan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaaan.
b.      Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan ang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.[2]
           
B. PENGERTIAN BIRRUL WALIDAIN
                 Birrul walidain terdiri dari kata birru dan al-walidain, Birru atau A-birru     artinya kebijakan (ingat penjelasan tentang al-birru dalam surat al-baqarah ayat 177).     Al-wilaidain artinya ada dua orantua atau ibubapak jadi birul walidain adalah berbuat        baik kepada kedua orang tua.
     Semakna dengan birrul walidain, Al-Quran Al-Karim menggunakan istilah ihsan ( wa        bi al-walidaini ihsan), seperti yang terdapat antara lain dalam surat al-Isra’ ayat 23
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya
Dan tuhanmu telah memerintahkannya supaya kamu janagan menyembah selain kepada-Nya dan hendaklah kamu kamu berbaut baik kepada ibu bapak kamu dengan sebaik-baiknya. ( QS. Al-Isra’ 17: 23)[3]

C.KEDUDUKAN BIRRUL WALIDAIN
                 Birrul Walaidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam.            Ada beberapa alasan yang membuktikan hal tersebut, antara lain:
a.       Perintah ihsan kepada bapak ibu diletakan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran langsung sesudah beribadah hanya kepada-Nya semata-mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya. Allah berfirman
 وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak,…..
(QS. A-Baqarah 2:83)
b.      Allah SWT mewasiatka kepada umat manusia untuk ihsan kepada ibu bapak. Allah berfirman
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حُسْنًا
Artinya
Dan Kami wasiatkan( wajibkan)kepada  manusia supaya berbuat kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya.( QS. Al-Ankabut 29:8)
c.       Allah SWT meletakan perintah berterimakasih kepada ibu bapak langsung sesudah berterimakasih kepada Allah SWT. Allah berfirman
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
Artinya:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
( QS. Luqman 31: 14)
d.      Rasulullah saw meletakan birrul walidain sebagaiamalan nomor dua terbaik sesudah shoat tepat pada waktunya[4]
D. AKHLAK PADA AYAH DAN IBU
            Mengapa demikian besar kasih sayang ibu kepada anaknya. Padahal sewaktu belum mengandung seakan belum mau mempunyai anak. Atau karena anaknya sudah dua tiga ingin tidak adanya yang keempat. Tetapi kalau di karunia tuhan anak selanjutnya kasih sayangi ibu tidak ada bedanya antara kepada yang pertama yang kedua dan seterusnya.
            Dari mana datangnya cinta kasih sayang kepada putranya, padahal tiada pamrih. Lain dengan cinta seorang kekasih pada pacarnya, yang kalau kasihnya tiada terbalas bisa berbalik menjadi benci. Tetapi kasih ibu bagaimana tiada akan berubah dan hilang, walaupun si anak tiada membalas kasih dan cinta ibu.
            Memang itu adalah karena Hidayah, anugrah dari Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Hidayah itu disebut insting atau naluri, dalam ilmu agama disebut Hidayah-ghariziyyah

1. Kewajiban Kepada Ibu      
            Batapa jasa orang tua kepada anaknya itu menurut Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalm kitab Al Jami ush-shahih yang terkenal dengan nama kitab shahih muslim dalam kitabulah-‘itq. Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. Bersabda
Artinya: “ tidak akan (dapat) membalas seorang anak kepada orang tuanya, kecuali si anak itu mendapatkan orang tuanya sebagai hamba sahaya, kemudian si anak membelinya dan memerdekannya”          
            Ibu dan ayah adalah kedua orang tua yang sangat besar jasanya kepada anaknya, dan mereka mempunyai tanggung jawab yan besar terhadap anaknya tersebut. Jasa mereka tidak dapat dihitung dan di bandingkan dengan harta, kecuali mengembalikan menjadi orang merdeka sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang penuh setelah menjadi budak / hamba sahaya karena sesuatu keadaan yang tidak diinginkan. Zaman sekarang tidak ada lagi perbudakan
            Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkanya, mendidiknya dan menyekolahkan, di samping usaha ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat membedakan baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidik dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa. Namun apabila di bandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa, dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara perbandingannya, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas seorang ibu dari pada tugas ayah.[5]

2. Berbuat Baik kepada Ibu dan Ayah, Walaupun keduanya lalim
            Seorang anak menurut ajaran Islam diwajikan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai anak menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tua berbuat lalim kepada anaknya. Seandainya orang tua berbuat lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas atau mengimbangi ketidak baikan orang tua kepada anaknya Allah tidak akan meridainya sehingga orang tua itu meridainya, sebagaimana diterangkan dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Hajjaj dari Ibnu Abbas,
Artinya
Tidak ada seorang muslim yang mempunyai ayah dan ibu yang keduanya muslim, dia mengharap kebaikan kedua orang tuanya, kecuali dibukakan baginya dua pintu surga. Kalau salah seorang kedua ibu bapaknya mara pada anaknya, Allah tidak rida kepada si anak tersebut sampai orang tuanya meridainya. Kemudian ditanyakan: Bagaimana kalau keduanya orang tua lalim. Dijawab oleh Ibnu Abbas: Walupun keduanya menganiayanya.
            Perkataan Ibnu Abbas itu memberikan pengertian bahwa bagaimana keadaan orang tua terhadap anaknya akan dijadikan ukuran bagaimana keridaan Allah kepadanya.
            Menurut ukuran secara umumnya, si orang tua tidak sampai akan aniaya kepada anaknya. Kalau terjadi penganiayaan orang tua kepada anaknya adalah disebabkan perbuatan sianak itu sendiri yang menyebabkan marah dan aniyanya orang tua marah kepada anaknya. Dalam kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan berbuat aniya sehingga ia tiada rida kepada anaknya, Allah pun tidak meridai sianak tersebut lantaran amarahnya orang tua.
            Akan tetapi sebaliknya kalau si orang tua aniaya memang tidak melakukan kewajiban kepada anaknya sebagaimana mestinya adalah tanggung jawab orang tua kepada Allah, bahwa dia tidak melakukan kewajiabn mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya, sehingga si anak tidak baik akhlaknya.

3. Berkata Halus dan mulia kepada ibu dan ayah
            Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si anak. Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada anaknya, si anak akan berkata halus. Kalau si ibu/Ayah sering menggunakan kata-kata yang kasar, si anak pun akan menggunakan kata-kata yang kasar, yang dipergunaan oleh ibu dan ayahnya. Sebab itu anak mempunyai insting meniru. Yang lebih mudah ditiru adalah yang paling dekat dengannya, yaitu oang tua, terutama ibunya. Agar si anak berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya haruslah dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana si anak harus berbuat, sikap, dan bericara. Kewajiban anak kepada orang tuanya berbicara menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah lembut dan mempergunakan kata-kata mulia.[6]
Firman Allah: ( QS. Al-Isra: 23-24)
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ
 الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا
 قَوْلاً كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا
 كَمَارَبَّيَانِي صَغِيرًا
  
Artinya
Dan tuhanmu telah memerintahkannya supaya kamu janagan menyembah selain kepada-Nya dan hendaklah kamu kamu berbaut baik kepada ibu bapak kamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaan kamu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan” ah” dan janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kasih saying dan ucapkan doa: “ wahai tuhan ku, kasuihanilah mereka kedua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku kecil.”

            Dari ayat-ayat tersebut si anak berkewajiban berbuat baik kepada ibu dan ayahnya.
            Kata-kata mulia yang dipakai untuk ayah dan ibu, tentu saja menurut adat yang berlaku, yang dengan kata-kata itu berarti memuliakan ibu dan ayah. Perkataan yang mulia bukan hanya terletak pad bentuk kata itu sendiri, melainkan juga tergantung kepada cara megungkapkannya, nada dan iramanya mengucapkan kata-kata tersebut kepada ibu dan ayah.
            Selain ayat tersebut (QS. Al-Isra’ ayat 23-24) , juga surat al-Baqoroh ayat 83, 180, 215; surat An-Nisa ayat 36, 135 surat Al-An’am ayat 151 surat A-Ankabut ayat 8; surat Luqman ayat 14-l5; dan surat Al-Ahqaaf ayat 15-17.

4. Mana yang harus di dahulukan antara Ayah dan ibu
            Sukar untuk membeda-bedakan antara ayah dan ibu. Keduanya harus dimuliakan. Jangan sampai kita berbuat baik hanya ayah saja atau hanya ibu saja
Kalau kita memiliki rejeki dari Allah, kita ingin memberi kepada orang tua kita, maka kedua-duanya turut merasakan senang dan bahagianya si anak.[7]
            Dalam hubungan dengan ayah dan anak, maka ada hal-hal yang orang tua antara anak ibu dan ayah berbeda dengan pengorbanannya dan peranan kasih sayangnya. Pada umumnya hubungan ibu terhadap anak berbeda dengan hubungan ayah terhadap anaknya
            Peranan ibu terhadap anaknya lebih besar daripada peranan ayahnya terhadap anaknya. Di dalam kehidupan sehari-hari umumnya si anak lebih dekat kepada ibunya dari pada ayahnya. Kalau ada persoalan, minta sesuatu untuk kebutuhan si anak lebih berani mengeluh kepada ibunya daripada kepada ayahnya.
Oleh karena itu semua ajaran islam sebagaimana di ajaran Rasulullah, seorang anak harus berbuat baik kepada ibunya dulu baru kepada ayahnya, seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim dari Abu Huraira
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ ثُمَّ أُمُّك، قَالَ ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ(متفق عليه(
Artinya
Seorang sabat bertanya pada Rasulullah; Ya Rasulullah, kepada saya harus berbuat baik? jawab Rasulullah: kepada ibumu. Sahabat bertanya lagi: kemudian kepada siapa lagi? Jawab Rasulullah: kepada ibumu.( kemudian sahabat bertanya lagi: kemudian kepada siapa lagi? Jawab Rasulullah: kepada ibumu. Kemudian sahabat bertanya lagi kemudian kepada siapa? Jawab Rasulullah: kepada bapakmu.

Dalam hadits tersebut dan hadits yang lain-lainya yang semakna bahwa berbuat baik setelah Allah, kapada ibunya dulu ( Rasulullah menjawab sampai tiga kali: kepada ibumu, kepada ibumu, kepada ibumu, kemudian kepada bapakmu. Ini menunjukan bahwa ibu harus didahulukan dari pada kepada bapak.

5. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
            Apabila ibu dan ayah masih hidup, si anak berkewajiban berbuat baik dan itu mudah dilakukan dengan berbagai macam cara, baik yang bersifat moral, maupun bersifat material.
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ayah dan ibunya yang sudah tiada. Daam hal ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana yang di ajarkan oleh Rasulullah dari Abu Usaid
Artinya
Abu Husaid berkata: kami pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seseorang bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal dunia yang aku untuk perbuat sesuatu kebaikan kepaa kedua orang tuaku. Rasulullah bersabda: ya ada empat hal: melaksanakan janji keduanya; memuliakan teman-teman kedua orang tua; dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua.

Hadits ini menunjukan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau itu sudah tiada yaitu
a.       Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan memintakan ampunan kepada Allah dari segala dosa orang tua kita menurut firman Allah:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا
 كَمَارَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya
Katakanlah:kasih sayangilah kedua ibu dan bapakku sebagaimana beliau keduanya telah mengasuh / mendidikku dikala kecil
Dalam hadits yang di riwatkan ole Al-Bukhari, bahwa didalam kubur ada seseorang yang kaget mendapat kesenangan dan kebahagiaan. Kemudian ia bertanya-tanya: ada apa ini? Ada apa ini? Dijawab oleh malaikat bahwa anakmu mendoakanmu
b.      Menepati janji kedua ibu bapak
Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut.umpamanya beliau akan naik haji, yang belum sampai melaksanakannya. Maka kewajiban anaknya untuk menunaikan haji untuk orang tuanya tersebut.[8]
Hadist diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Abbas:
Artinya
Bahwa seorang perempuan dari juhaniah datang kepada Nabi Muhammad SAW. Ia bertanya kepada Rasululla : bahwasanya ibu saya telah bernazar untuk berhaji, tapi ia tidak haji sampai meninggal dunia. Apakah boleh saya menghajikannya? Jawab Rasulullah: ya hajikanlah dia! Apakah kau tahu, kalau seandainya ibu mempunyai hutang, apakah engkau membayarkannya? Bayarkan (tepatilah) kepada Allah, sesungguhnya Allah lebih berhak untuk ditepati.
Menunaikan kewajiban orang tua tidak bertentangan dengan firman Allah;
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى  وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

Artinya
Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.( QS. 53 . An-Najim: 38-39)
            Dalam hal dosa dan pahala setiap orang menanggung hasil perbuatanya masing-masing dan mendapakan pahala sesuai dengan yang diperbuatannya tanpa mendapatkan limpahan pahala orang lain. Seorang tidak dapat memberikan pahala kepada orang lain. Seseorang mendapat pahala karena dia sendiri yang berbuat beramal soleh, bukan orang lain yang beramal sholeh.
            Adapun hubungan anak dengan orang tua sebagaimana dalam hadits tersebut adalah kaena anak merupakan hasil orang tua, seingga hadits tersebut tidak bertentangan dengan Al-Quran
c.       Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Di waktu hidupnya ibu dan ayah, beliau mempunyai tema-teman akrab, yang segulung-segalang orang tua kita dengan temannya. Ayah atau ibu saling tolong menolong dengan temannya dalam masyarakat dan atau mencari ma’isyahnyanya.
d.      Bersilaturahmi kepada orang yang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang tua, karena ayah atau karena ibu. Maka terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah dan ibu itu, kita harus mengadakan silaturahmi
kepadanya.[9]
E. KASIH SAYANG DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK
                  Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan orangtua kepada             Allah SWT. Anak adalah tempat untuk mencurahkan kasih sayangnya. Dan anak juga       investasi masa depan untuk kepentingan orangtua di akhirat kelak
                  Dengan pengertian seperti itu hubungan orangtua dengan anak dapat dilihat           dari tiga segi
      1. Hubungan Tanggung Jawab
                  Anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada orang tua dapat        dibesarkan, dipelihara, dirawat, dan dididik dengan sebaiknya. Dengan kata lain     orangtua adalah pemmpin yang bertugas memimpin anak-anaknya dalam kehidupan          dunia ini. Kepemimpinan ini nanti di hadapkan Allah SWT. Rasulullah saw bersabda.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْإِمَامُ الْأَعْظَمُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْهُمْ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
      Artinya
Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Kepala negara adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin di rumah tangganya dan dia bertanggung jawab terhadap keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di rumahnya dan dia bertanggung jawab terhadap rumah tangganya. Seorang pembantu adalah pemimpin harta benda majikanya dan dia bertanggung jawab terhadap terhadap kepemimpinannya.
(HR muttafaqun ‘Alaih)[10]
2. Hubungan Kasih Sayang
                  Anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayang. Setiap manusia yang normal secara fitri pasti mendambakan kehadiran anak dirumahnya. Kehidupan rumah tangga sekali pun bergelimangan harta benda belum lengkap kalau belum mendapatkan anak. Al-Quran menyatakan anak adalah perhiasan dunia
Artinya
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan ( QS Al-Kahfi 18: 46)
3. Hubungan Masa Depan
                  Anak adalah investasi masa depan di akhirat bagi orang tua. Karena anak yang saleh akan selalu mengalirkan pahala kepada kedua orang tuanya, sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad SAW:

Artinya
Jika seseorang meninggal dunia putuslah (pahala) amalannya kecuali salah satu dari tiga hal : shadaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat yang dapat di ambil maanfaatnya, dan anak saleh yang mendoakannya (HR. muslim )
                        Dengan tiga alasan di ataslah seorang muslim didorong untuk dapat berfungsi sebagai orang tua dengan sebaik-baiknya. Apalagi kalau dia pikirkan betapa petingnya pembinaan dan pendidikan anak-anak untuk menjaga eksistensinya dan kualiatas umat manusia umumnya dan umat Islam khususnya pada masa yang akan datang.[11]



















BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
          Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khalqun yang berarti kejadian, yang erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun yang berarti yang diciptakan.
     Dari birrul Walidain adalah berbuat    baik kepada kedua orang tua. Dan birrul walidain memilki kedudukan, Perintah ihsan kepada bapak ibu diletakan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran, Allah SWT mewasiatka kepada umat manusia untuk ihsan kepada ibu bapak, Allah SWT meletakan perintah berterimakasih kepada ibu bapak langsung
Akhlak pada ayah dan ibu, seorang anak dapat mewujudkan akhlak kepada kedua orang tua, yang pertama Kewajiban anak Kepada Ibu, kedua Berbuat Baik kepada Ibu dan Ayah, Walaupun keduanya lalim, ketiga Berkata Halus dan mulia kepada ibu dan ayah, keempat Mana yang harus di dahulukan antara Ayah dan ibu, karena itu semua ajaran islam sebagaimana di ajaran Rasulullah, seorang anak harus berbuat baik kepada ibunya dulu baru kepada ayahnya, kelima Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia.
Banyak sekali ayat Al-Qur’an maupun hadits nabi yang menjelaskan tentang akhlak kepada orang tua, hal ini menunjukkan bahwa akhlak kepada orang tua merupakan sesuatu yang sangat penting menurut Islam, bukankah ridho Allah itu tergantung ridho orang tua

B. SARAN
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Banyak kekurangan disana-sini, untuk itu mohon kiranya para pembaca sekalian berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.







DAFTAR PUSTAKA


Mustofa, Akhlak Tasawuf.Bandung, CV Pustaka Setia,2008
Yunar ilyas, kuliah akhlak Yogyakarta,pustaka pelajar offset,2014




[1] Mustofa, Akhlak Tasawuf,(Bandung, CV Pustaka Setia,2008).hlm11-12
[2] Ibid,hlm.14
[3] Yunar ilyas, kuliah akhlak(Yogyakarta,pustaka pelajar offset,2014).hlm148
[4] Ibid,hlm150
[5] Mustofa, Akhlak Tasawuf,(Bandung, CV Pustaka Setia,2008).hlm164-168
[6] Ibid,hlm 172
[7] Ibid, hlm 174
[8] Ibid, hlm180
[9] Ibid, hlm182
[10] Yunar ilyas, kuliah akhlak(Yogyakarta,pustaka pelajar offset,2014),hlm172
[11] Ibid.174

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kedudukan ijma

Tentang Halal Haram dan Syubhat

PENERAPAN METODE DALAM RENCANA PENGAJARAN