Tentang Halal Haram dan Syubhat
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ketenangan hidup di dunia adalah dambaan setiap orang, akan tetapi banyak manusia yang hidupnya penuh dengan kegelisahan, ketakutan,
kecemasan, adanya kebencian dengan orang lain, dan keadaan lainnya yang tidak diinginkan akibat ulah perbuatannya sendiri. Diantara hal terbesar untuk mendapatkan ketenangan hidup adalah ketika kita hidup di tengah-tengah masyarakat dalam keadaan dicintai Allah dan juga dicintai sesama manusia.
Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa seorang muslim wajib mengikatkan
perbuatannya dengan hukum syara’, sebagai konsekuensi keimanannya pada Islam. Maka dari itu, sudah seharusnya dan sewajarnya seorang muslim mengetahui
perkara-perkara yang halal, haram, serta subhat perbuatan yang dilakukannya,
dan benda-benda yang digunakannya untuk memenuhi kebutuhannya.
Makanan mempunyai pengaruh yang
besar pada diri seseorang. Bukan saja pada badannya, tetapi pada perilaku dan
akhlaknya. Bagi seorang muslim, makanan bukan saja sekedar pengisi perut dan penyehat
badan, tetapi selain itu juga harus halal. Baik halal pada zat makanan itu
sendiri, yaitu tidak termasuk makanan yang diharamkan oleh Allah, dan halal
pada cara mendapatkannya. Penjelasan tentang halal, haram, dan syubhat akan dibahas sebagai berikut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
pengertian halal, haram dan syubhat?
2.
Bagaimanakah
hadis tentang halal, haram dan syubhat?
3.
Bagaimanakah pelajaran
yang dapat diambil dari hadis tentang halal, haram dan syubhat?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Halal, Haram dan Syubhat
1.
Halal
Kata “halalan” berasal dari lafadz halla yang artinya
lepas atau tidak terikat. Yusuf Qardhawi mendefinisikan istilah halal sebagai
segala sesuatu yang boleh dikerjakan, syariat membenarkan dan orang yang
melakukannya tidak dikenai sanksi dari Allah Swt.[1]
Halal adalah suatu istilah dalam ilmu yang
berhubungan dengan ketentuan hukum, yaitu sesuatu atau perkara-perkara yang
dibolekan, dianjurkan, bahkan diwajibkan oleh syara’. Ibnu Mas’ud r.a meriwayatkan bahwasannya Rasulullah Saw bersabda, ”Mencari kehidupan yang halal adalah
fardu bagi setiap Muslim”. Jadi dapat disimpulkan bahwa mencari rizki yang halal hukumnya wajib bagi
umat Muslim. Orang-orang yang telah dikekuasai oleh
kemalasan menganggap saat ini tidak ada lagi yang halal, sehingga ia melakukan
apa saja yang diinginkannya. Padahal ini adalah suatu kebodohan. Sebab
Rasulullah telah menggambarkan mana yang halal dan mana yang haram.
2.
Haram
Sebagai lawan dari yang halal adalah haram.
Haram berarti segala sesuatu atau perkara-perkara yang dilarang oleh syara’ (hukum Islam), jika perkara tersebut dilakukan
akan menimbulkan dosa dan jika ditinggalkan akan berpahala. Seperti: perbuatan
zina, mencuri, minum khamar dan yang semisalnya.[2]
Suatu istilah dalam ilmu yang berhubungan
dengan ketentuan hukum, yaitu sesuatu atau perkara-perkara yang dilarang oleh
syara’. Berdosa jika mengerjakannya dan berpahala jika meninggalkannya. Terhadap sesuatu barang yang diharamkan, baik
haramnya zatnya, hasil dari yang haram, kita disuruh Allah untuk menjauhi
sejauh-jauhnya. Sebab dengan makanan barang atau sesuatu yang haram berakibat
terdindingnya doa kita, sekaligus dapat menggelapkan hati kita untuk cenderung
kepada hal-hal yang baik, bahkan dapat mencampakkan diri dalam neraka.
Allah SWT. berfirman dalam surah An-Nisa’ ayat 10 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang makan harta
anak-anak yatim secara dzalim, sebenarnya mereka itu menelan api neraka sepenuh perut mereka dan mereka akan masuk kedalam
neraka sa’ir. (An-Nisa’ : 10). Ibnu Abbas r.a berkata, ”Allah tidak akan
menerima shalat seorang diantara kamu, selagi didalam perutnya terdapat sesuap
makanan dari yang haram”.
3.
Syubhat
Secara bahasa
arti syubhat adalah Al Mitsl (serupa, mirip)
dan iltibas (samar, kabur, tidak jelas, gelap, sangsi). Maka,
sesuatu yang dinilai syubhat belum memiliki hukum yang sama dengan
haram atau sama dengan halal. Sebab mirip halal bukanlah halal, dan mirip haram
bukanlah haram. Maka, tidak ada kepastian hukum halal atau haramnya, masih
samar dan gelap.
Subhat artinya samar atau kurang jelas.
Maksudnya sidini ialah setiap perkara/persoalan yang tidak begitu jelas antara
halal dan haramnya bagi manusia. Adapun yang syubhat yaitu setiap hal yang
dalilnya masih dalam pembicaraan atau perselisihkan, maka menjauhi perbuatan
semacam itu termasuk sifat wara’. Para Ulama berbeda pendapat mengenai
pengertian syubhat yang diisyaratkan Rasulullah. Pada hadits tersebut, sebagian Ulama berpendapat bahwa hal semacam itu
haram hukumnya berdasarkan sabda Rasulullah, “siapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah
menyelamatkan agama dan kehormatannya”. Siapa yang tidak menyelamatkan agama dan kehormatannya, berarti dia telah
terjerumus kedalam perbuatan haram.
Nabi bersabda : “Dari Al-Husain bin Ali r.a
ia berkata : Saya selalu ingat pada sabda Rasulullah Saw, yaitu: Tinggalkanlah
sesuatu yang meragukanmu dan kerjakanlah sesuatu yang tidak meragukanmu. (Riwayat Tirmizy)[9]
B.
Hadis tentang Halal, Haram dan Syubhat
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ
بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَال: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ
بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ
النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ،
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ
حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ
حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ
مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ
وَهِيَ الْقَلْب
Dari Abu
Abdullah An Nu’man bin Basyir Radhiallahu ‘Anhuma, dia
berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang halal adalah
jelas dan yang haram juga jelas dan di antara keduanya terdapat perkara yang
samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menghindar dari
yang samar maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa
yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara
yang haram, seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain
dikhawatiri dia masuk ke dalamnya. Ketahuilah setiap raja memeliki pagar
(aturan), aturan Allah adalah larangan-laranganNya. Sesungguhnya di dalam tubuh
terdapat segumpal daging jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia
rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
1.
Kandungan Hadits
Secara Global
a.
Yang halal itu jelas
Seperti minum
air putih, makan buah-buahan, memakai pakaian yang pantas dan menutup aurat,
berbuat baik, berkata yang baik, dan lainnya. Hadis
tersebut memberi bimbingan kepada umatnya agar mengkonsumsi harta yang halal
dan yang baik untuk segala kebutuhan serta menjauhi harta yang haram dan tidak
baik. Bahwa perkara yang halal dan haram itu sudah jelas sudah banyak orang
yang mengetahuinya. إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ
الْحَرَامَ بَيِّنٌ maksud
jelas adalah jelas hukumnya, permasalahannya, sifat-sifatnya, dan
dalil-dalilnya.
b.
Yang haram itu jelas
Seperti apa
yang dinashkan Allah atas keharamannya maka ia keharaman yang nyata, seperti firmanNya
dalam surah Al Baqoroh ayat 275:
وَاَحَلَّ الله البَيع وخرَّمَ الرّبوا
“Dan Allah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba.”
وَمَا أَدَّى إلَى الْحَرَامِ فَهُوَ حَرَامٌ .
“Apa saja yang
membawa kepada yang haram, maka dia juga haram.” (Imam Izzuddin
bin Abdissalam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/ 402)
Juga, seperti diharamkannya perbuatan nista zina,
judi, mencuri, makan riba, babi, minum khamr, membunuh jiwa tanpa hak, durhaka
kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya. Baik yang nyata maupun tersembunyi
dan segala yang diberikan oleh Allah hukuman tertentu (had), sanksi atau
ancaman, semua itu haram.
c.
Yang masih samar (syubhat) statusnya
Sesuatu yang
syubhat terjadi karena dalilnya ada tapi multi tafsir, atau jelas maknanya
namun lemah riwayatnya, atau kuat riwayatnya tapi tidak jelas dan tegas
maksudnya. Sabdanya وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات
“Serta
diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat.” Ketika syubhat tertiadakan, maka kemakruhannya tertiadakan pula.
d.
Syubhat
mendekati haram
Imam Ibnu Daqiq
Al ‘Id Rahimahullah juga mengatakan:
Kalimat, “barang siapa terjerumus dalam
wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal
ini dapat terjadi dalam dua hal :
1)
Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan
tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya
kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani
melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa
kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada
kekafiran.”
2)
Orang yang sering melakukan perkara syubhat
berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’
kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara
haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan
pelanggaran syari’at. (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47)
كَالرَّاعِي
يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ.
: seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain
dikhawatiri dia masuk ke dalamnya. Yaitu karena kecerobohan, kebodohan, dan
kecerobohannya dia mendekati daerah yang bukan haknya, hingga akhirnya ia
terjebak di dalam daerah terlarang tersebut.
Orang yang menerjang syubhat bagaikan penggembala yang
menggembalakan kambingnya disekitar kebun yang terlarang masuk, tentunya
menghampiri haram. Sekalipun itu kambing disekitar pagar kebun, tetapi
dikhawatirkan begitu penggembala lengah, kambing akan masuk ke kebun apalagi
jika pagar kebun tidak kuat. Yang namanya kambing, asal melihat rumput yang
hijau pasti akan menyerbunya.
Demikian juga nafsu manusia, ketika melihat rumput hijau, yakni
harta yang menyenangkan, dikhawatirkan kurang selektif sehingga bisa jatuh pada
yang haram jika tidak kuat pagar imannya.
أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ
وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ
“ketahuilah baha bagi setiap raja mempunyai pagar. Ketahuilah pagarnya
Allah di bumi ini adalah semua yang diharamkanNya.”
Pagar Allah SWT., adalah semua larangan atau yang diharamkan Allah
SWT., yang harus ditinggalkan. Syubhat posisinya disekitar pagar Allah SWT.,
bagi orang yang berati-hati dalam beragama tidak berani berkiprah disekitar
pagar Allah SWT., tersebut. Dalam kenyataannya, perkembangan umat Islam dalam
memelihara syubhat terdapat tiga macam,
1)
Sangat
berhati-hati, dalam kelompok pertama ini umat Islam yang sangat konsisten dan
sangat berati-hati dalam melaksanakan agama termasuk menjaui syubhhat sekalipun
belum sampai haram. Akan tetapi bagi mereka sangat berat hidup ditengah-tengah
masyarakat modern ini.
2)
Bersikap
sedang, bersikap sedang menghadapi kondisi modern. Mereka menjauhi syubhat dan
haram, namun dalam kondisi sulit (darurat) atau demi maslahat syubhat dilakukan
sekedar menghilangkan kesulitan dan maslahat tersebut dengan mengambilnya tidak
berlebihan. Kelompok kedua ini lebih bijak dan dapat diterimaditengah-tengah
masyarakat.
3)
Sembrana dan
mempermudah, orang yang mudah-mudah dalam syubhat. Dimana syubhat dianggap
sebagai barang biasa tanpa seleksi dan tanpa dibatasi karena bagi mereka itu
halal sebagai sesuatu yang susah. Kelompok inilah yang sangat dikhawatirkan
terjerumus pada yang haram.
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan: “Ini adalah
kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah.
Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke
daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah
terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan
gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya
terjerumus.
Dan terkadang
penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang
gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak
mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman.
e.
Anjuran untuk menghindari syubhat
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ
اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ “Barangsiapa yang bertaqwa (takut/menghindar)
dari yang samar. Yaitu meninggalkannya dan memelihara diri
darinya, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
Karena sangat
mungkin akan jatuh ke yang haram, demi menjaga kehormatan agamanya dan
kehormatan dirinya (terkait dengan hak dirinya sendiri di hadapan manusia). Seseorang yang wara’ (berhati-hati menjaga yang haram) tidak mau
melakukan yang syubhat karena belum jelas status hukumnya, halal atau haram.
Seseorang yang bisa menjaga atau menjauhi syubhat akan selamat agamanya dari
kekurangan dan selamat kehormatannya dari pencelaan. Agamanya selamat dari
kekurangan berarti orang tersebut agamanya sempurna karena benar-benar
mengamalkan agamanya.
f.
Pengabaran tentang sangat pentingnya kedudukan
hati dalam diri manusia
Tidaklah
seseorang itu menjadi baik dengan segala bentuk perbuatannya, jika tanpa
memiliki hati yang baik. Begitu pula hati yang jahat akan menampilkan perbuatan
yang jahat pula. Oleh karena itu, pembinaan dan penjagaan terhadap hati dari
berbagai penyakitnya seperti: sombong, kikir, serakah, dengki, putus asa, cinta
dunia, takut mati, dendam, cinta maksiat, benci ketaatan, dan lainnya, adalah kewajiban
agama yang utama. Sebaliknya, kita dituntut untuk membina hati agar menjadi
pribadi yang rendah hati, sabar, bersyukur, zuhud (tidak dikuasai dunia),
qana’ah (puas dengan pemberian Allah), dermawan, husnuzhan dengan Allah, lapang
dada, pemberani, cinta kebaikan, benci kemaksiatan dan lainnya.
Rasulullah SA. Bersbda sebagai berikut.
أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ
وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا
صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ
أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“ketahuilah dan sesungguhnya didalam tubuh manusia terdapat segumpal daging jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu,
jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.”
Hati seseorang menjadi pemimpin bagi dirinya yang menggerakkan
seluruh tubuh untuk melakukan segala aktivitas, baik tutur kata maupun
perbuatan. Pada diri manusia terdapat sistem kerajaan, dan yang menjadi raja
adalah hati. Hati itulah yang memimpin seluruh anggota tubuhnya, dalam
menentukan pilihan apa yang harus dilakukan manusia melaksanakan segala
perintah atau menjaui segala larangan-Nya tergantung pada hatinya.
Jika hati seseorang baik berisikan ilmu, iman dan taqwa maka baik
pula dalam melaksanakan agamanya. Begitu pula dalam memilih halal, haram dan
syubhat. Seseorang akan patuh beragama, tidak berani melanggar yang haram dan
sangat berati-hati dari yang syubat merupakan pilihah hati yang bersih penu
iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
C.
Hikmah Hadis Tentang Halal, Haram dan Syubhat
Pelajaran yang
dapat diambil dari hadis di atas adalah sebagai berikut.
1.
Diantara akhlak dalam beragama adalah menjaga
yang syubhat, baik dalam pekerjaan, usaha maupun transaksi hubungan kerja.
2.
Orang menjaga syubhat akan selamat agama dan
kehormatan dirinya karena ia berhati-hati dari sesuatu yang mendekati haram.
3.
Seseorang yang tergantung pada hatinya
bagaimana ia melaksanakan agama dengan baik dan berhati-hati.
4.
Bagi orang yang memiliki kemampuan meninggalkan
syubhat lebih baik karena lebih berhati-hati dalam beragama. Namun yang tidak
memiliki kemampuan, boleh saja mengambil syubhat sekadarnya.
5.
Kebersihan hati mempunyai pengaruh dalam
memilih pekerjaan yang baik, tidak haram dan tidak syubhat.
BAB III
PENUTUP
A.
Ksimpulan
1.
Halal adalah suatu istilah dalam ilmu yang berhubungan
dengan ketentuan hukum, yaitu sesuatu atau perkara-perkara yang dibolekan,
dianjurkan, bahkan diwajibkan oleh syara’.
Haram berarti segala sesuatu atau perkara-perkara yang dilarang oleh syara’ (hukum Islam), jika perkara tersebut dilakukan
akan menimbulkan dosa dan jika ditinggalkan akan berpahala.
Subhat artinya samar atau kurang jelas. Maksudnya sidini
ialah setiap perkara/persoalan yang tidak begitu jelas antara halal dan
haramnya bagi manusia.
2.
Kandungan hadits tentang halal, haram dan
syubhat secara global yaitu
a.
Yang halal itu jelas, seperti minum air putih,
makan buah-buahan, memakai pakaian yang pantas dan menutup aurat, berbuat baik,
berkata yang baik, dan lainnya.
b.
Yang haram itu jelas, seperti zina, judi,
mencuri, makan riba, babi, minum khamr, membunuh jiwa tanpa hak, durhaka kepada
orang tua, sumpah palsu, dan lainnya.
c.
Yang masih samar (syubhat) statusnya, yang
terjadi karena dalilnya ada tapi multi tafsir, atau jelas maknanya namun lemah
riwayatnya, atau kuat riwayatnya tapi tidak jelas dan tegas maksudnya.
d.
Anjuran untuk menghindari syubhat, sebab sangat
mungkin akan jatuh ke yang haram, demi menjaga kehormatan agamanya (hak Allah) dan
kehormatan dirinya (terkait dengan hak dirinya sendiri di hadapan manusia).
e.
Pengabaran tentang sangat pentingnya kedudukan
hati dalam diri manusia. Tidaklah seseorang itu menjadi baik dengan segala
bentuk perbuatannya, jika tanpa memiliki hati yang baik. Begitu pula hati yang
jahat akan menampilkan perbuatan yang jahat pula.
B.
Saran
Subhanallah... Jazakallah sangat membantu sekali, terimakasih ustadz
BalasHapus